" Bu, semalam saya bermimpi. "
" Mimpi apa?", sahut istrinya, acuh tak acuh.
" Saya mimpi akan menemui keberuntungan di Jembatan Papenbrug di Amsterdam. "
" Untung Amsterdam itu tidak ada di depan hidungmu. " sahut istrinya. " Jika tidak, kamu akan langsung kesana. Mimpi kok dipercaya, huh! "
Tukan sepatu itu diam saja. Ia tak lagi bicara soal itu lagi. Tetapi hampir seharian tukang sepatu itu tak bisa melupakan mimpi itu. Malamnya ia mimpi lagi. Mimpi yang sama. Ia akan untung besar jika pergi ke Papenbrug di Amsterdam.
Nah, ini kan bukan main-main? Pasti ada artinya, pikirnya. Maka ia bicara lagi pada istrinya. Istrinya malahan tertawa terkekeh-kekeh dan sama sekali tidak mau mendengarkan omongannya. Akan tetapi pada hari yang ketiga ia bermimpi lagi. Mimpi yang sama lagi. Tukang sepatu itu menjadi tidak tahan. Ia amat yakin pada mimpinya. Ia pamit pada istrinya. Pokoknya ia mau ke Amsterdam.
Sekalipun san istri ngomel panjang-pendek mengangkat bahu. Ia tidak peduli dan segera menggali tempat yang dikatakan pengemis itu. Istrinya tertawa terbahak-bahak sampai wajahnya merah... Tetapi apa yang terjadi? Betul, diantara akar-akar rumput muncul pundi-pundi. Pundi-pundi itu segera ia buka tutupnya, dan... penuh uang emas! Melihat itu, istri tukang sepatu itu terbelalak...
" Nah betul tidak? " ujar si tukang sepatu pada istrinya.
" Yang kukatakan benar bukan? Aku akan menemukan keberuntungan di Papenbrug Amsterdam. "
Istrinya tentu saja tak bisa berkata apa-apa lagi. Ia hanya mengiyakan, malu-malu, dan mohon ampun berkali-kali. Merekapun bersepakat akan diam-diam menyimpan rahasia penemuan harta karun itu. Uang emas itu mereka simpan di tempat tersembunyi.
" Nah betul tidak? " ujar si tukang sepatu pada istrinya.
" Yang kukatakan benar bukan? Aku akan menemukan keberuntungan di Papenbrug Amsterdam. "
Istrinya tentu saja tak bisa berkata apa-apa lagi. Ia hanya mengiyakan, malu-malu, dan mohon ampun berkali-kali. Merekapun bersepakat akan diam-diam menyimpan rahasia penemuan harta karun itu. Uang emas itu mereka simpan di tempat tersembunyi.
Dan tukang sepatu menempatkan pundi-pundi itu di rak kerja bengkel kerjanya. Ia taruh diantara alat-alat pertukangannya. Pada pundi-pundi itu ada tulisan yang ia tak tahu artinya, sebab ditulis dalam bahasa yang tidak ia mengerti...
Pada suatu hari, datang seorang pendeta ke rumah tukang sepatu itu. Pendeta itu mau membetulkan sepatunya yang rusak. Tanpa sengaja ia melihat pundi-pundi itu. Ia tertarik dan membaca tulisan pada pundi-pundi. Ia tertegun sejenak dan bertanya,
" Darimana kamu dapat pundi-pundi ini? "
" Oh, itu saya beli di tukang loak. " kata tukang sepatu itu.
" Tahukah kamu apa yang tertulis disitu? " tanya Pendeta.
" Tidak. Saya tidak tahu bahasanya. "
Pendeta itu berdiri. Ia meneliti pundi-pundi itu sekali lagi.
" Ini bahasa Latin. " katanya.
" Dan disini tertulis bahwa dibawah pundi-pundi ini masih ada sebuah pundi lagi... Tapi saya tidak tahu apa ini maksudnya. "
Ia mengamati tukang sepatu itu dan bertanya, " Kamu tahu apa ini maksudnya? "
" Wah, mana saya tahu! " sahut tukang sepatu itu.
" Bapak pendeta saja tidak tahu, apalagi saya! Saya hanya tukang sepatu! "
Begitu Pendeta itu meninggalkan rumah, dengan tidak sabar tukang sepatu bersama istrinya itu segera menuju ladang belakang rumahnya. Ia menggali lagi. Dan, betul! Ia menemukan lagi sebuah pundi-pundi yang lebih besar. Dan isinya, bukan hanya uang emas, tapi juga segala macam perhiasan yang indah-indah dari intan dan permata...
Jadi kaya rayalah tukang sepatu itu! Sebagai peringatan akan keberuntungannya, ia membangun sebuah tugu. Tugu ini ia bangun di belakang rumahnya. Lebih seratus tahun setelahkematiannya, tugu itu masih tegak disitu. Dari apa yang tertulis pada tugu itu, kita yang hidup di jaman sekarang lalu tahu kisah keberuntungan sang tukang sepatu.
0 komentar:
Posting Komentar